Cari Blog Ini

20 Juli 2009

Mari Memulai...





Awal minggu ini (setelah libur 1 hari "ON MONDAY"), mari kita mulai dengan sesuatu yang positif. Berbisnis kecil-kecilan...

Sudah sekian banyak orang, pihak dan perusahaan yang menawarkan usaha ini yaitu Pulsa Elektrik. Dan tidak ada bedanya dengan penawaran-penawaran dari yang lain. Sebagai follower, saya tetap harus menawarkan sesuatu yang berbeda agar calon-calon rekan berminat untuk bergabung.

Competitive advantage saya adalah :

1. Harga yang bersaing (bisa dilihat pada gambar atau request melalui email ditujukan ke cv_mjcorporation@yahoo.com) sebagai contoh IM3 5ribu seharga 5300, Simpati 5rb seharga 5450, Xl 5rb 5350 dan semua nominal yang relatif lebih murah
2. Cara deposit yang mudah, hanya info via sms dan konfirmasi sudah ditransfer atau belum, dalam beberapa menit pulsa deposit akan bertambah (transfer ke rekening Mandiri atau BCA)

3. Deposit awal yang cukup murah hanya Rp. 100.000 dan selanjutnya bisa Rp. 50.000 (tanpa biaya pendaftaran)

4. Dikirimkan manual information guide untuk proses transaksi dan lain-lain

5. Proaktif dari kami untuk reminder bagi rekan dengan pulsa deposit yang berada dibawah 20ribu dan penawaran promosi secara agresif

Tentunya pulsa deposit ini dapat digunakan hanya untuk keperluan pribadi dan keluarga dengan proses transaksi yang mudah dan sederhana.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi saya di 0856 7346063

Marilah kita memulai dengan hal yang positif, berfikiran positif dan tentunya juga untuk mempererat silaturahmi kita.

"Start your day positively"

15 Juli 2009

Make Your Decision!


Di setiap langkap hidup kita, pasti kita akan menemui sebuah proses yang secara sadar atau tidak harus diputuskan. Dalam kondisi dan situasi tertentu, dimanapun kita berada, sedang sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, cepat atau lambat, pastilah keputusan muncul dalam proses itu. Contoh kecil saja, seperti saat ini saya harus memutuskan pulang jam berapa, lewat mana dan seterusnya.

Kadang kala, apa yang akan diputuskan haruslah dipikir-pikir sebelum diputuskan, atau tidak memerlukan pertimbangan yang cukup mendalam atau lama tapi tentunya hanya 2 yang akan dihasilkan atas sebuah keputusan yaitu Menghindari Kegagalan atau Menuju keberhasilan.

Banyak sekali langkah-langkah yang anda hasilkan merupakan runtutan hasil dari keputusan-keputusan sebelumnya. Andaikan kita memiliki ‘cermin doraemon’ yang dapat melihat apa yang akan terjadi saat yang akan datang apakah itu mengasyikan atau malah merugikan buat kita, tentu merupakan hanya sebuah mimpi belaka. Apapun yang sudah dan sedang anda hadapi, haruslah sesegera mungkin diambil keputusan. Biasanya sebuah keputusan :
1. Perlu diambil oleh anda sendiri tanpa bantuan orang lain
2. Memerlukan pengalaman dan pengetahuan anda sebagai dasar pijaka untuk pengambilannya
3. Daya gunakan orang disekeliling kita untuk memberikan masukan atas keputusan yang akan kita ambil. Pastinya pengalaman dan pengetahuan mereka sedikit banyak berbeda dengan kita dan akan membantu memberikan wacana sebelum anda mengambil keputusan
4. Jangan pernah menyesali atas sebuah keputusan yang telah anda ambil terlebih dengan hasil yang tidak mengenakan buat kita. Jadikanlah pelajaran yang berharga buat kita untuk di kemudian hari.

Decision has to made by our own, that’s why everyone is decision maker.

***Saya telah membuat keputusan untuk kakak, Semoga keberhasilan lah yang dicapai, demi dia dan anak-anaknya***

Mismanagement of Debt to Gharim


Kata ‘mismanagement’ seringkali membuat kita terfikir karena ketidakmampuan atau istilah kerennya ketidak profesionalan seseorang dalam mengelola sesuatu. Dan berikutnya adalah debt (hutang) yaitu kata yangbisa menjadi sesuatu yang positif, tapi seringkali juga menjadi momok apalagi bila diikuti dengan kata yang diawal disebutkan tadi.
Debt dalam suatu bisnis adalah sumber modal yang berasal dari pihak luar dan tujuannya pasti untuk pengembangan bisnis. Dan sangat umum dan sah-sah saja melakukan itu. Tapi kenyataannya banyak pihak melakukan debt karena kebutuhan dan bertujuan menutupi kekurangan saat ini. Dan hal ini jelas sangat berbahaya. Karena bila kita tidak bisa mengembalikan sedangkan sedangkan menutupi kekurangan menjadi sebuah rutinitas, maka bersiaplah untuk bangkrut.

Bagaimana bila debt dilakukan perorangan atau individu? Seperti maraknya penawaran kartu kredit kepada setiap orang dan ini berarti setiap orang ditawarkan berhutang, dan lebih berbahaya lagi penawaran berhutang dilakukan untuk satu tujuan yaitu konsumtif (Bank menurut penulis sebagai pihak yang ‘membahayakan’ seseorang sebagai pemberi kredit setelah rentenir). Bila fenomena ini terjadi (atau bahkan sudah terjadi) dan semua orang bertujuan seperti hal diatas, maka kita akan kembali menjadi kaum yang tertindas karena pada umumnya setiap pihak yang berhutang berarti menyerahkan kendali finansialnya kepada orang/pihak tersebut (bila kita melihat cakupan yang lebih luas lagi sebagai negara, maka bersiap untuk dijajah menjadi kata yang tepat bagi negara tersebut).

Dari kecil menjadi besar. Kalimat ini yang akan terjadi pada umumnya pada orang-orang yang berhutang. Dan berhutang adalah penyakit, penyakit yang bisa menjadi candu bagi yang melakukan. Banyak pengalaman disekitar kita bagi orang yang berhutang dan berhutang. Dan semakin menumpuknya, jadi lah orang tersebut sebagai bagian dari orang yang berhak menerima zakat yang biasa disebut Gharim.

Pertanyaannya adalah bagaimana kita mencegah/mengingatkan seseorang disekitar kita atau saudara dan keluarga kita supaya tidak terkena penyakit tersebut? Atau bagaimana sikap kita bila kita memiliki saudara/keluarga yang sudah masuk dalam perangkap ‘berhutang’? Terlebih lagi saudara/keluarga kita tersebut sudah madat terhadap berhutang? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab bila kita mengalami sendiri, membantu dan berulang terjadi atau meninggalkan dia dalam penderitaan… Ihdinassiratal mustaqim Ya Allah.

3x - x = Be Rich!

Apalagi nih? Jadi ingat tugas negara yang diemban saya dirumah dalam rangka meluluskan keponakan yang ketiga agar bisa dapat SMP Negeri. Tulisan matematis yang sederhana (bagi kita para dewasa), namun tidak bagi anak seusia SD. Apa maksudnya nih om? tanya keponakan saya.

Sekelumit kalimat yang entah ada hubungannya atau tidak dengan tulisan ini. Mengingat bacaan seorang Jepang bernama Kayosaki yang intinya menyebutkan syarat bahwa sesorang disebut kaya adalah bila pendapatan lebih besar dari pengeluaran (minimal 3 kali). Benarkah?
Secara logis memang benar adanya. Seseorang yang memiliki kelebihan pendapatan dapat menggunakan sisa pendapatan itu untuk hal-hal yang bersifat Lux (kemewahan) seperti vacation atau menyalurkan hobi yang seringkali tidak murah. Artinya seseorang mengeluarkan uangnya untuk sesuatu yang tidak atau bisa jadi dibutuhkan. Sekali lagi hak orang tersebut. Namun seseorang tersebut sangat dimungkinkan belum bisa dikatakan ‘kaya’. Mengapa? karena pendapatan yang diterima, akhirnya habis juga untuk kebutuhan, entah kebutuhan pokok atau tambahan.

Kaya adalah impian setiap orang. Dan sebagai muslim, sesuai dengan hadist Rasullullah. Nah, bagaimana menjadi kaya? atau Bila kah seseorang menjadi kaya? Rumus dasar seseorang menjadi kaya adalah Pendapatan lebih besar dari Pengeluaran. Sekarang, seberapa besar Pendapatan terhadap Pengeluaran? Apakah 3x seperti judul diatas, atau lebih dari itu, misalnya 10x, atau mungkin lebih kecil dari itu misal 2x dapat juga cukup dikatakan seseorang menjadi kaya. Kembali lagi ke masin-masing orang. Seseorang yang memiliki Pendapatan 1,5x (atau Pengeluarannya 75% dari pendapatan), bisa juga dikatakan kaya, andaikan dari 25% pendapatan mereka digunakan untuk menabung atau lebih baik lagi sebagian digunakan untuk berinvestasi (ingat tulisan saya Think Big or Think Small First dengan bisnis kecil-kecilan). Tentunya Pengeluaran yang dimaksud adalah pengeluaran yang memang wajib atau kudu (kata orang bekasi) dikeluarkan termasuk zakat. Dari sinilah orang memulai untuk memijak tangga menuju ‘kaya’. Tentu tidak semudah itu. Namun dengan tekad dan niat yang baik, sangat dimungkinkan untuk menjadi seperti itu.

Teman saya memiliki penghasilan yang cukup besar (menurut ukuran saya), namun selalu saja menganggap dirinya kekurangan. Hal ini tentu saja karena kurang bagusnya mengelola keuangan keluarga/pribadi. Ada lagi dengan gaji yang pas-pasan, namun selalu bersyukur, walaupun belum tentu juga yang bersangkutan dikatakan kaya. Menata kembali keuangan kita adalah jalan terbaik untuk memulai pengurangan-pengurangan pengeluaran yang tidak perlu. Atau menyelesaikan hutang-hutang yang terlanjur dilakukan dengan pinjaman sangat lunak (bisa dari orang tua atau saudara), merupakan salah satu jalan untuk pengelolaan keuangan berikutnya. Tetapkan target kaya versi anda (apakah 1,5x atau lebih dari itu) untuk memulainya setelah itu rencanakan anggaran keuangan yang dapat dijadikan anggaran investasi setiap bulannya, agar keuangan menjadi bertambah dan bertambah, sehingga pendapatan yang dihasilkan menjadi seperti yang diharapkan. Be Dicipline juga menjadi kunci utama untuk keberhasilan mencapai target yang telah ditetapkan. Mereka bisa, kenapa kita tidak? …

Personal Space

Di pagi yang cerah kali ini kita akan berbicara mengenai bahasa yang cukup unik (mungkin dimata para pembaca). Setelah berjalan sekitar 30 menit dari rumah menuju kantor, terlintas dalam fikiran saya untuk menulis mengenai Personal Space. Bukan apa-apa, karena entah mengapa saya selalu teringat dengan istilah ini saat kuliah dulu, paling tidak saya mendapatkan nilai A karena menulis sebuah ulasan terkait dengan beberapa fenomena yang terjadi saat itu dan kaitannya dengan Dinamika Kelompok (salah satu mata kuliah yang dosen nya paling ‘gaul’)
Personal Space secara definitif berarti ‘Ruang Pribadi” artinya kurang lebih sebagai berikut, bahwa seseorang atau individu memiliki ruang atas diri dan kehidupannya. Personal Space masing-masing orang berbeda-beda, ada yang sebesar lapangan sepak bola senayan (wuihh besarnya…) dan ada pula yang hanya seluas rumah saya yang cuma ukuran 2×3 m atau bahkan lebih sempit lagi.

Mungkin sebagian orang sudah sering mendengar kata ‘Extrovert’ dan ‘Introvert’. Kira-kira kata itulah yang menggambarkan atau penjelmaan dari Personal Space. Si A bisa dengan mudahnya akrab dengan orang lain walaupun baru saja ia kenal dan bercerita apapun dengan lawan bicaranya. Lain halnya dengan si B yang ‘keep silent’ walau sudah dipancing-pancing untuk bicara. Saya bisa dengan mudah bercerita apa saja dengan teman-teman yang sudah saya kenal, namun jangan harap saya bisa berdiskusi dengan orang yang baru saja temui di suatu tempat. Mungkin anda sebaliknya. Dan hal tersebut wajar-wajar saja.

Dari gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa Personal Space dari seseorang atau individu bisa saja berubah, kadang menyempit dan kadang juga meluas, sesuai kenyamanan lingkungan disekitarnya menurut kacamata individu. Lalu siapa yang bisa membuat luas dan sempitnya Personal Space seseorang? Ya benar, menurut saya hanya individu itu sendiri. Walaupun lingkungan baik orang maupun kondisi telah membuat nyaman seseorang, bisa jadi seseorang atau individu tersebut tetap seperti ‘katak dalam termpurung’, tetap tidak nyaman dan tetap tidak mau membuka diri atau melebarkan Personal Space-nya. Sah-sah saja, karena itu adalah hak individu.

Namun memang sebaiknya seseorang dapat menempatkan dirinya dan Personal Space-nya dari situasi dan kondisi yang tepat, jangan sampai menutup diri rapat-rapat sehingga dapat merugikan diri sendiri, tapi jangan pula membuka diri selebar-lebarnya, karena sudah tidak ada ruang privacy buat individu itu sendiri. Bukan kah kita masih membutuhkan ruang privacy untuk kita sendiri?

Sekali lagi tergantung dari diri kita…. Personal Space is Private room for us and might be open/close to someone, anyone or one condition.

Think Big or Think Small First

Terinspirasi dari sebuah tulisan yang dimuat dalam sebuah surat kabar dengan judul yang sama dengan kalimat yang cukup me’rakyat’ saat ini, at least di sekitar lingkungan kerja saya…
Seorang teman memulai bisnis ’sabun’ seharga 10ribu/buah, teman lain berbisnis vegetarian food, juga tidak sedikit pula yang berbisnis pakaian. Mulai dari berbisnis musiman bahkan berbisnis sebagai sampingan diluar pekerjaan utama.

Benarkah? Berbisnis dalam lingkungan kantor tidak dibolehkan? Secara aturan perusahaan (mungkin dimanapun), memang tidak dibolehkan. Namun yang terjadi adalah sah-sah saja asalkan tidak mengganggu tugas utama. Tidak ada yang diberikan sangsi baik ringan maupun berat (at least sepengetahuan saya), bagi karyawan yang melakukan bisnis didalam lingkungan kerja. Masalahnya adalah seperti pada umumnya ‘kuat malu’ atau tidak?
Bagi penulis tidak ada kata malu dalam melakukan usaha dari hal kecil maupun besar dan penulis percaya segala sesuatunya dimulai dari yang kecil untuk menjadi hal yang besar bukan? Tapi bermimpi untuk menjadi besar adalah suatu keharusan terutama bagi para pecinta sukses. We need to think small first to achieve the big think! Don’t we?

Tersirat kembali pembicaraan seorang teman mengenai sebuah artikel mengenai keberhasilan yang tak diduga yaitu dari menjual konsep ataupun sebuah tagline, bisa menghasilkan ratusan juta. Well, dahsyatnya sebuah dampak internet. Kaitannya? Dengan metode pemasaran via internet bisa menjadi alternatif terbaik mengais kesuksesan dalam berbisnis. Any kind of product… Jasa kah? Barang kah?

Tentunya keberhasilan hanya sebuah mimpi bila kita tetap memikirkan sesuatu yang besar tanpa melakukan sesuatu dan alangkah lebih baiknya berfikir yang kecil dan doin’ the right untuk menuju yang besar sebagai sebuah plan atas keberhasilan. Semoga rekan-rekan bisa terpacu untuk bisa melakukan sesuatu (yang kecil) dan berakhir dengan keberhasilan yang besar dalam masa yang sulit saat ini. Semoga…