Cari Blog Ini

15 Juli 2009

Mismanagement of Debt to Gharim


Kata ‘mismanagement’ seringkali membuat kita terfikir karena ketidakmampuan atau istilah kerennya ketidak profesionalan seseorang dalam mengelola sesuatu. Dan berikutnya adalah debt (hutang) yaitu kata yangbisa menjadi sesuatu yang positif, tapi seringkali juga menjadi momok apalagi bila diikuti dengan kata yang diawal disebutkan tadi.
Debt dalam suatu bisnis adalah sumber modal yang berasal dari pihak luar dan tujuannya pasti untuk pengembangan bisnis. Dan sangat umum dan sah-sah saja melakukan itu. Tapi kenyataannya banyak pihak melakukan debt karena kebutuhan dan bertujuan menutupi kekurangan saat ini. Dan hal ini jelas sangat berbahaya. Karena bila kita tidak bisa mengembalikan sedangkan sedangkan menutupi kekurangan menjadi sebuah rutinitas, maka bersiaplah untuk bangkrut.

Bagaimana bila debt dilakukan perorangan atau individu? Seperti maraknya penawaran kartu kredit kepada setiap orang dan ini berarti setiap orang ditawarkan berhutang, dan lebih berbahaya lagi penawaran berhutang dilakukan untuk satu tujuan yaitu konsumtif (Bank menurut penulis sebagai pihak yang ‘membahayakan’ seseorang sebagai pemberi kredit setelah rentenir). Bila fenomena ini terjadi (atau bahkan sudah terjadi) dan semua orang bertujuan seperti hal diatas, maka kita akan kembali menjadi kaum yang tertindas karena pada umumnya setiap pihak yang berhutang berarti menyerahkan kendali finansialnya kepada orang/pihak tersebut (bila kita melihat cakupan yang lebih luas lagi sebagai negara, maka bersiap untuk dijajah menjadi kata yang tepat bagi negara tersebut).

Dari kecil menjadi besar. Kalimat ini yang akan terjadi pada umumnya pada orang-orang yang berhutang. Dan berhutang adalah penyakit, penyakit yang bisa menjadi candu bagi yang melakukan. Banyak pengalaman disekitar kita bagi orang yang berhutang dan berhutang. Dan semakin menumpuknya, jadi lah orang tersebut sebagai bagian dari orang yang berhak menerima zakat yang biasa disebut Gharim.

Pertanyaannya adalah bagaimana kita mencegah/mengingatkan seseorang disekitar kita atau saudara dan keluarga kita supaya tidak terkena penyakit tersebut? Atau bagaimana sikap kita bila kita memiliki saudara/keluarga yang sudah masuk dalam perangkap ‘berhutang’? Terlebih lagi saudara/keluarga kita tersebut sudah madat terhadap berhutang? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab bila kita mengalami sendiri, membantu dan berulang terjadi atau meninggalkan dia dalam penderitaan… Ihdinassiratal mustaqim Ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar